PARADIGMA PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
Sunday
Three Rosyanti (17410181)
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Jl. Gajayana No. 50, Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur
65144
Abstrak : Kuhn
mengatakan bahwa paradigma ialah pandangan atau prinsip yang didukungi bersama
oleh sekumpulan ahli sains (sosial atau tulen). Cara Kerja
Paradigma Ilmu Pengetahuan menurut
Khun ada tiga tahapan yaitu, (a) Tahap
Pertama: paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktifitas ilmiah dalam masa
ilmu normal. (b) Tahap
Kedua: menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuan
terhadap paradigma. (c) Tahap
Ketiga: peran ilmuan bisa kembali lagi pada cara ilmiah yang lama sembari
memperluas dan mengembangkan suatu paradigma yang dipandang bisa memecahkan
masalah dan membimbing aktifitas ilmiah berikutnya. Tata cara
memperoleh pencapaian ilmiah suatu
pengetahuan tertentu selalu memerlukan riset yang oleh masyarakat ilmiah
tertentu dinyatakan sebagai fundasi bagi
praktik ilmiah selanjutnya.
Paradigma dalam kaitannya dengan ilmu
pengetahuan, hasil penelitian arkeologis secara langsung bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Kata Kunci : Paradigma, Ilmu, Pengetahuan.
Latar
Belakang
Paradigma
dalam bahasa inggris disebut paradigm dan
dalam bahasa Perancis disebut Paradigme
, istilah tersebut berasal dari bahasa latin, yakni para dan deigma. Secara
etimologis, para berarti (di samping,
di sebelah) dan deigma berarti
(memperlihatkan yang berarti, model, contoh, arketipe, ideal). Sedangkan deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai berarti menunjukkan atau
mempertunjukkan sesuatu.
Istilah
ilmu dalam pengertiannya dipahami sebagai pengetahuan tentang sebab-akibat atau
asal usul. Istilah pengetahuan (knowledge) biasanya dilawankan dengan
pengertian opini, sedang istilah sebab (causa) diambil dari kata yunani
“aitia”, yakni prinsip pertama. Rizal Mustansyir menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan adalah suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan
antara hukum-hukum pemikiran dengan dunia luar, ilmu pengetahuan memiliki dua
aspek, yaitu subjektif dan objektif.
Dalam artikel ini dibahas (a) pengertian Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan menurut
para ahli, (2) Cara Kerja Paradigma Ilmu Pengetahuan, (3)
Tata Cara untuk memperoleh dasar pembenaran, (4) Hubungan
Paradigma dengan Ilmu Pengetahuan.
Istilah paradigma dipopulerkan
oleh Thomas S. Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution pada
tahun 1962. Paradigma ilmiah, menurut Kuhn, adalah konstalasi hasil-hasil
kajian yang terdiri atas seperangkat konsep, nilai, teknik, dan lainnya, yang
digunakan secara bersama oleh suatu komunitas ilmiah untuk menentukan keabsahan
problem dan solusinya. Capta (1991) memperluas definisi Kuhn menjadi paradigma
sosial, yaitu berupa kumpulan konsep, nilai, persepsi, dan praktik yang
dimiliki bersama oleh suatu komunitas yang membentuk suatu visi realitas yang
menjadi landasan bagaimana komunitas itu mengatur dirinya sendiri”.
Thomas Kuhn (1970) differentiates among the sciences
by the extent to which they have a developed paradgm or shared theoretical
structures and metodhological approach about which there is a high level of consensus”. To this
point, most, if not all, of the existing research has been devoted to
operationalizing the concept of paradigm development, seeing if there really
are differences in the sciences in term of the amount of consensus, and
examining the effects of paradigm development on a range of outcomes.
Kuhn
mengatakan bahwa paradigma ialah pandangan atau prinsip yang didukungi bersama
oleh sekumpulan ahli sains (sosial atau tulen). Paradigma yang dipegang akan
membantu para penyidik dalam pembentukan metodologi kajian dan juga dalam
penafsiran data kajian yang diperoleh. Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan suatu
kerangka konseptual, nilai, teknik dan metode yang disepakati dan digunakan
oleh suatu komunitas untuk memahami semesta.
Ikatan
para penyidik atau ahli-ahli sains kepada sesuatu paradigma yang tertentu
mendatangkan kesan positif dan negatif. Kesan positifnya akan menyebabkan
fenomena tumpuan dikaji secara mendalam untuk berbagai situasi dan dari
berbagai aspek. Kesan negatifnya pula ialah ia boleh menghalang para pengkaji
menggunakan cara lain untuk melakukan penganalisisan terhadap subjek atau bahan
kajian. Walaupun penyelidikan yang dihasilkan oleh penyelidik-penyelidik
daripada paradigma tertentu mungkin mendalam, tetapi seringkali tersekat dari
segi keleluasaannya.
Kewujudan
paradigma dalam disiplin-disiplin ilmu merupakan satu fenomena yang umum untuk
semua disiplin, ada yang tergolong dalam sains tulen (sains formal) atau sains
sosial. Contohnya dalam disiplin sains fisik terdapat paradigma Copernicus,
Newton, Lavoisier, dan Einstein . Dalam disiplin psikologi, wujud paradigma
yakni strukturalisme, behaviorisme, neo-behaviorisme, fungsionalisme dan
sebagainya. Dalam disiplin psikolinguistik pula terdapati dua paradigma yang
utama yaitu mentalisme dan behaviorisme. Kewujudan dua paradigma utama ini
memberi implikasi yang besar kepada penyelidikan-penyelidikan dalam bidang
linguistik, yaitu mewujudkan dua cara utama untuk menafsir berbagai fenomena
bahasa. Kedua-dua golongan ahli psikolinguistik, yaitu yang berpegang kepada
paradigma mentalis dan behavioris, menguraikan fenomena-fenomena bahasa dengan
cara yang seringkali bertentangan antara satu sama lain. Pertentangan ini
paling terlihat semasa mereka menguraikan fenomena-fenomena yang berhubungan
dengan penguasaan sistem-sistem bahasa pertama seseorang, kanak-kanak.
Paradigma
juga memiliki fungsi utama,“Fungsi utama paradigma adalah sebagai acuan dalam
mengarahkan tindakan, baik tindakan sehari-hari maupun tindakan ilmiah. Sebagai
acuan, maka lingkup suatu paradigma mencakup berbagai asumsi dasar yang
berkaitan dengan aspek ontologis, epistimologis dan metodologis. Dengan kata
lain, paradigma dapat diartikan sebagai cara berpikir atau cara memahami gejala
dan fenomena semesta yang dianut oleh sekelompok masyarakat (world view).
Seorang pribadi dapat mempunyai sebuah cara pandang yang spesifik, tetapi cara
pandang itu bukanlah paradigma, karena sebuah paradigma harus dianut oleh suatu
komunitas”.
Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa paradigma memiliki fungsi utama
mengarahkan tindakan sehari-hari ataupun tindakan ilmiah yang digunakan oleh
suatu komunitas.
Kuhn
memaparkan bahwa semesta termasuk aliran konstruktivisme. “Teori Kuhn bahwa semesta
tergantung kepada paradigma yang dianut tergolongkan ke dalam aliran
kontruktivisme, suatu aliran filsafat ilmu pengetahuan yang memandang semesta
secara epistemologis sebagai hasil konstruksi sosial, bukan sebagai sesuatu
yang ditemukan (telah ada sebelumnya). Konstruktivisme membangun perspektif
tentang adanya keterkaitan antara objek dan subjek dan adanya peran pikiran dan
pengaruh subjektivitas dalam mengontruksi semesta. Objek dan fenomena alam pada
dasarnya tidak pernah berubah semenjak penciptaannya, tetapi persepsi kita
terhadap kehadirannya dapat berubah sesuai dengan kerangka konseptual (atau
paradigma) yang kita gunakan untuk memahami dan menjelaskan objek atau fenomena
itu”.
Aliran konstruktivisme memiliki keterkaitan antara objek, subjek, peran
pikiran.
Namun
aliran Konstruktivisme bertentangan dengan aliran Positivisme. pengaruh subjektivitas yang mengontruksi
alam semesta.“Positivisme mensyaratkan adanya keterpisahan subjek dan objek
yang ditelitinya, serta menetapkan prosedur ketat yang terkontrol untuk
menghasilkan pengetahuan yang objektif. Keterpisahan subjek dan objek yang
menyebabkan ilmu pengetahuan dianggap bebas nilai, kebenaran yang diperoleh
oleh ilmu pengetahuan bersifat objektif. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta
yang dapat dipersepsi. Aliran Positivisme menisbikan kenyataan
adikodrati,karena menganut paham determinisme atau keteraturan alam semesta.
Semesta adalah sama dengan yang kita persepsi dan tidak ada sesuatu di belakang
fenomena alam”.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bawa Aliran Positivisme melihat
kebenaran sesuai dengan sifat ilmu pengetahuan yang objektif dan semestanya
direduksi menjadi fakta-fakta berbeda dengan Aliran Konstruktivisme yang hanya
mengakui adanya “kebenaran ganda”.
Perlu
ditambahkan di sini, bahwa tidak ada cara untuk mempertemukan atau mendamaikan
dua paradigma, karena setiap paradigma memiliki acuan serta premis dasar yang
berbeda. Yang dapat dilakukan hanyalah dialog antarpenganut paradigma. Dialog
dimaksud bukan untuk menemukenali dan menyepakati paradigma yang paling benar,
tetapi untuk memperluas wawasan dari penganut paradigma-paradigma itu”.
1. Cara
Kerja Paradigma Ilmu Pengetahuan
Kuhn
berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner.
Menurut Khun cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat
digambarkan kedalam
tiga tahap. Tahap Pertama,
paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktifitas ilmiah dalam
masa ilmu
normal. Tahap Kedua,
menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari
para ilmuan terhadap
paradigma. Tahap Ketiga,
peran ilmuan bisa kembali lagi pada cara
ilmiah yang lama sembari memperluas
dan mengembangkan suatu paradigma yang dipandang
bisa memecahkan masalah dan
membimbing aktifitas ilmiah berikutnya.
Berdasarkan
konsep mengenai ilmu dan konsep pengetahuan di atas, kita dapat mengambil titik
tengah dari keterpaduan antara ilmu dan pengetahuan. Menurut Guston Bachelard
yang dikutip Rizal Mustansyir dan Misnal Munir menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan adalah suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan
antara hukum-hukum penikiran dengan dunia luar. Atau dengan kata lain, ilmu
pengetahuan mengandung dua aspek, yaitu subjektif dan objektif, sekaligus memerlukan
kesamaan antara keduanya. Ilmu
pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat
dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi meruakan teori, prinsip, atau
dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut,
atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Maka,
ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai rangkaian konsep dan kerangka
konseptual yang saling berkaitan serta telah berkembang sebagai hasil percobaan
dan pegamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut.
Dengan
demikian berbicara tentang ilmu pengetahuan dikembangkan untuk meningkatkan
harkat hidup manusia, sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
Masalahnya, manusia sering memiliki rasa serakah, sehingga ilmu pengetahuan
tidak jarang digunakan untuk memenuhi kepentingannya sendiri walaupun dengan
cara mengorbankan orang lain. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya
penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Karena itulah ilmu pengetahuan harus memiliki
etika atau kode etik ilmu pengetahuan. Dalam mempelajari etika ilmu
pengetahuan, masalah yang menjadi perhatian utama adalah masa utilitarisme.
Utilitarisme adalah nilai praktis kegunaan ilmu pengetahuan. Dalam konteks
utilitarisme, ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam rangka memberikan
kebahagiaan dan kesejahteraan semua manusia. Dari situlah perlu ada rasa
keadilan dalam penerapan ilmu pengetahuan.
2. Tata
cara untuk memperoleh dasar pembenaran
Pencapaian
ilmiah suatu pengetahuan tertentu selalu memerlukan riset yang oleh
masyarakat
ilmiah tertentu dinyatakan sebagai
fundasi bagi praktik ilmiah selanjutnya. Apa yang dicapai harus bersifat baru,
belum pernah ada sebelumnya. Selain itu pencapaian tersebut
bersifat terbuka
sehingga praktek selanjutnya oleh kelompok praktik ilmiah menjadi satuan
fundamental bagi yang mempelajari perkembangan ilmu tersebut. Satuan ini tidak
dapat direduksi
sehingga secara logis satuan ini menjadi komponen kaidah dan
standar praktik ilmiah
paradigma.
Tata
cara untuk memperoleh dasar pembenaran seperti telah dikemukakan membuat ilmu
pengetahuan memiliki kecenderungan besar untuk bertambah, berkembang dan
mengalami pemurnian kadar keberadaannya. Di samping itu kecenderungan itu
tampaknya juga didorong oleh (1) suatu pengetahuan, apa lagi yang baru, yang
membuat orang bertanya-tanya dan mendorongnya untuk menelusuri pengetahuan itu
lebih lanjut, (2) kebenaran sering merupakan tantangan untuk pengujian, yang
memang terbukti salah maupun benar. Dalam
masyarakat modern, politik umum kebenaran (politique
general) ditandai oleh lima
karakteristik dasar. Yang pertama, kebenaran
difokuskan pada wacana ilmiah serta intuisi-intuisi yang menghasilkannya. Yang kedua, kebenaran tunduk pada tuntutan atau pengarahan
pihak-pihak yang berperan dalam ekonomi dan politik. Yang ketiga, kebenaran berkembang melalui intuisi pendidikan dan
informasi yang terdapat dalam masyarakat. Yang keempat,
kebenaran
dihasilkan serta disebarluaskan dibawah kontrol atau dominasi beberapa gelintir
aparat ekonomi ( universitas, militer, penulis, media)yang secara ekslusif. Yang kelima, kebenaran menjadi isu semua kebenaran politik dalam
pertentangan atau perdebatan ideologis dan sosial.
3. Hubungan
Paradigma dengan Ilmu Pengetahuan
Ilmu
Pengetahuan tidak hanya dapat dikembangakan dengan melakukan
penambahan-penambahan secara eksklusif semata, tetapi perkembangannya dapat
juga melalui penolakan-penolakan yang ada padanya, oleh Khun (1972) disebut
dengan paradigma atau matrik disiplin. Paradigma terdiri dari asumsi dan
prinsip ontologis dan epistimologi. Sehingga para pendukung ilmu pengetahuan
saling mempertahankan paradigma yang diyakini, dengan demikian memunculkan
kelompok-kelompok dalam ilmu pengetahuan. Keberadaan kelompok tersebut
memberikan pelajaran adanya perbedaan pendapat dan upaya untuk menjelaskannya
dengan berbagai fakta. Secara tidak langsung perbedaan juga menggambarkan akan
adanya multikulturalisme dalam satu masyarakat. Kegiatan ilmiah secara umum
terdiri dari upaya-upaya untuk memperluas pengetahuan mengenai fakta-fakta yang
ditunjukkan melalui pengamatan yang cermat. Dengan demikian ilmu pengetahuan
dapat membangun kecerdasan-kecerdasan masyarakatnya.
Dalam
kaitannya dengan ilmu pengetahuan, hasil penelitian arkeologis secara langsung
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya aekeologi itu sendiri
dan juga dapat memperkaya ilmu bantu lainnya seperti antropologi, biologi,
kimia, geologi dan lainnya. Namun harus diingat bahwa informasi yang digunakan
untuk menjelaskan masa lalu itu berdasarkan peninggalan masa lalu yang
terbatas.
Simpulan
Paradigma
merupakan suatu kerangka konseptual, nilai, teknik dan metode yang disepakati
dan digunakan oleh suatu komunitas untuk memahami semesta. Menurut Khun cara kerja paradigma ini membimbing dan mengarahkan
aktifitas ilmiah dalam masa ilmu normal. Kemudian menumpuknya
anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuan terhadap paradigma. Berikutnya peran ilmuan bisa kembali lagi pada cara ilmiah yang
lama sembari memperluas dan mengembangkan suatu paradigma yang dipandang bisa
memecahkan masalah dan membimbing aktifitas ilmiah berikutnya. Tata
cara untuk memperoleh dasar pembenaran dengan membuat
ilmu pengetahuan memiliki kecenderungan besar untuk bertambah, berkembang,
mengalami pemurnian kadar keberadaannya, suatu
pengetahuan, kebenaran sering merupakan tantangan untuk pengujian, yang memang
terbukti salah maupun benar. Paradigma dalam
kaitannya dengan ilmu pengetahuan, hasil penelitian arkeologis secara langsung
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka