Sabtu, 09 Desember 2017

Artikel Metode Pengembangan Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Perspektif Filsafat



Metode Pengembangan Ilmu Pengetahuan 
Berdasarkan Perspektif Filsafat


Delvi Amalia Reda Anisah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Jalan Gajayana 50 Malang 65145
Email: delviamaliareda@gmail.com, 085335196506


Abstrak : Pemahaman terhadap metode pengembangan ilmu pengetahuan bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang prosedur-prosedur dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Berikut merupakan perkembangan untuk mendapatkan pengetahuan, dimulai dari yang tidak ilmiah menjadi metode ilmiah; common sense (akal sehat), seni, rasionalisme, empirisme, falsifikasionisme, relativisme, pragmatis, dan filsafat ilmu. Sedangkan, metode ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan terdiri atas; kuantitatif, kualitatif, deduktif dan induktif. Pemilihan penggunaan metode-metode ini disesuaikan  tergantung pada materi atau masalah yang akan dipelajari.


Kata Kunci : ilmu, pengetahuan, ilmu pengetahuan, metode ilmiah


Setiap individu memiliki pertanyaan-pertanyaan dan permasalahan yang diharapkan dapat ditemukan jawabannya. Manusia ingin tahu tentang nasibnya, tentang kebebasan dan kemungkinan-kemungkinannya. Sehingga, berkembanglah pengetahuan menjadi ilmu dan ilmu pengetahuan. Berkenaan dengan hal ini, berkembanglah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan baik berupa  metode ilmiah maupun metode non ilmiah. Namun, tidak semua pertanyaan dapat ditemukan jawabannya dengan mudah. Sehubungan dengan hal ini, filsafat sebagai tempat atau wadah dimana pertanyaan-pertanyaan ini dikumpulkan, diterangkan dan diteruskan.  Sehingga, filsafat disebut sebagai mother of science atau induk pengetahuan, karena semua ilmu pengetahuan berasal atau asal usulnya dari filsafat. Berkenaan dengan hal ini, filsafat dan pengetahuan memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk serta indah dan jelek. Kemampuan penalaran yang dimiliki manusia dapat mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan pengetahuan manusia sesnatiasa berubah, semakin dinamis, progresif dan inovatif. Sebagaimana hal tersebut, ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu hal yang sudah selesai terpikirkan, sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab selalu akan disisihkan oleh hasil-hasil penelitian dan percobaan-percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode baru atau karena adanya perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna. Oleh sebab itu, artikel ini menyajikan pembahasan singkat mengenai metode pengembangan ilmu pengetahuan dari perspektif filsafat yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai metode-metode pengembangan ilmu pengetahuan guna mendorong penemuan-penemuan baru yang bermanfaat untuk semua orang.

FILSAFAT

Ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercangkup pula di dalamnya telaah filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Sehubungan dengan hal tersebut, muncullah yang namanya filsafat ilmu. Menurut Mohammad Adib, filsafat ilmu merupakan bagian epistemiologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah) atau dengan kata lain filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.[1]
Pengertian filsafat sendiri  secara etimologis (arti kata), kata filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya philos (philia: cinta, kekasih, sahabat, kecenderungan pada sesuatu) dan sophia (kearifan, kebijaksanaan, pengetahuan). Jadi secara harfiah berarti mencintai kebijaksanaan atau pengetahuan (Pythagoras, 572-497 SM)[2]

ILMU PENGETAHUAN

Ilmu pengetahuan terdiri atas dua kata yaitu ilmu dan pengetahuan. Pengetahuan  mempunyai cakupan lebih luas dan umum daripada ilmu. Sebagaimana menurut Prof.Dr.Mohammad Hatta bahwa “Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam".[3] Sedangkan, pengertian pengetahuan sendiri menurut Prof.Dr.dr.Stefanus Supriyanto,MS adalah sebagai berikut:
“Pengetahuan adalah semua ketahuan kita tentang suatu objek yang meliputi aspek ontology (what…), epistemology (How…,why it happens) dan aksiologi (what for…)”.[4]
Sehubungan dengan pendapat di atas, pengertian ilmu pengetahuan dalam “Ensiklopedia Indonesia”, adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, hingga menjadi kesatuan, suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu (induksi, deduksi).”[5] Sedangkan menurut Prof.Dr.Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi pada Rutgers University menyimpulkan:
Science is a systematized knowledge derived from observation, study and experimentation curried on order to determine the nature of principles of what being studied” (Ilmu pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang di studi). [6]
Dari pernyataan-pernyataan tersebut  dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya suatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi dan sebagainya. Sedangkan ilmu adalah kumpulan dari pengetahuan-pengetahuan yang teratur. Sehingga, ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang lebih pasti, praktis, sistematis, metodis, dan ilmiah.

PERKEMBANGAN METODE ILMU

Menurut Prof.Dr.dr.Stefanus Supriyanto,MS Ilmu dapat ditinjau dari sekumpulan pengetahuan ilmiah, dan/atau sekumpulan aktivitas ilmiah, dan/atau metode ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah. Berikut ini merupakan perkembangan untuk mendapatkan pengetahuan, dimulai dari yang tidak ilmiah menjadi metode ilmiah.[7]
1.      Common sense (akal sehat)
  •  Berakar pada adat dan tradisi -> menjadi kebiasaan dan pengulangan (landasan kurang kuat)
  • Cenderung kabur dan samar-samar.
  • Pengetahuan tidak teruji, karena kesimpulan biasanya ditarik dengan asumsi yang tidak diuji dulu.
  • Didukung metode trial and error serta pengalaman.
2.      Seni
Applied art yang mempunyai kegunaan langsung pada kehidupan badaniah dan fine art yang dapat memperkaya kegunaan spiritual. Sifat seni adalah deskriptif dan fenomenologis serta ruang lingkupnya terbatas. Seni bersifat subjektif, individual, dan personal. Oleh karena itu seni mencoba memberi makna sepenuhnya terhadap suatu objek. Komunikasi merupakan inti dari seni.
3.      Rasionalisme
Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau menggunakan logika dedukatif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Berpikir dari yang sifatnya universal, kemudian mencoba melakukan kesimpulan pada fenomena yang sifatnya spesifik. Kelemahan logika deduktif ini, sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai dengan fakta, sehingga sering diragukan bagi kelompok induktivisme.
4.      Empirisme 
  •  Jumlah observasi harus besar. 
  •  Observasi harus diulang-ulang pada variasi kondisi yang luas. 
  • Keterangan observasi yang sudah diterima, tidak boleh bertentangan dengan hukum universal yang menjadi kesimpulan.
5.      Falsifikasionisme
Namun suatu fakta/fenomena baru dapat menolak teori yang sudah ada atau menggagalkan teori yang sudah ada. Kondisi ini dikenal dengan sebutan falsifikasi. Karl Popper pada tahun 1919-20an menjelaskan metode yang dapat digunakan untuk membantah dan menguji sebuah teori, dengan mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi, jika pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
6.      Relativisme
Pada relativisme, teori dikatakan baik harus dinilai relatif dari segi standar yang diterima oleh masyarakat, sedangkan standar itu secara tipikal akan berlainan sesuai dengan kultur dan historis masyarakat masing-masing. Untuk itu pada akhir analisisnya perlu pertimbangan aspek psikologis dan sosiologis.
7.      Pragmatis
John Dewey menyatakan bahwa tidak perlu mempersoalkan kebenaran suatu pengetahuan, melainkan sejauh mana kita dapat memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat.
8.      Filsafat Ilmu
Filsafat meletakkan dasar-dasaf suatu pengetahuan. Landasan berfikir filsafat menggunakan metode analisis dan sintesis. Analisis pengetahuan yang dihasilkan dari berpikir rasionalisme dan empirisme, kemudian dilakukan suatu sistesis baru merupakan kajian Filsafat Ilmu. Filsafat ilmu juga mempelajari metode setiap ilmu sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar.

METODE ILMIAH

The Liang Gie, mendefinisikan metode ilmiah sebagai prosedur yang dipergunakan oleh ilmuan dalam pencarian sistematik terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang telah ada. Secara sederhana, metode ilmiah ialah posedur untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Metode ilmiah dibangun oleh pola prosedural, tata langkah, teknik dan peranti alat ukur.[8] Unsur-unsur metode ilmiah ini dijabarkan sebagai berikut:
1.      Pola prosedural (aktivitas indera dan logika)
             a.       Indera:
1)      Pengamatan
2)      Percobaan
3)      Pengukuran
4)      Survai
        b.      Logika: Deduksi dan induksi

 
2.      Tata langkah (tahapan riset)
       a.       Penentuan masalah 
       b.      Perumusan masalah 
       c.       Penetapan tujuan 
       d.      Perumusan hipotesis 
       e.       Pengumpulan data 
       f.       Pengujian hasil 
       g.      Penarikan kesimpulan
3.      Tehnik 
       a.       Observasi atau eksperimen 
       b.      Perhitungan 
       c.       Pengukuran antropometri 
       d.      NGT, FGD
 4.      Piranti 
       a.       Form observasi 
       b.      Timbangan 
       c.       Meteran 
       d.      Komputer

Sedangkan menurut Suriasumantri J.S, 1996 menyatakan bahwa metode ilmiah merupakan prosedur (langkah sistematik) dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu pengetahuan. Metode ilmiah merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah yang sistematis. Metode ilmiah dengan beberapa sinonim, antara lain ialah metode kuantitatif dan kualitatif, metode deduksi dan induksi.[9]
1.      Metode Kuantitatif
Metode untuk mendapatkan ilmu yang mengutamakan bahan-bahan keterangan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks, tabel dan beberapa perhitungan ilmu pasti (mencangkup statistik dan sociometry).
2.      Metode Kualitatif
Metode untuk mendapatkan ilmu yang lebih mengutamakan penggunaan analisa deskriptif mendalam dan mengesampingkan angka-angka atau ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak di dalamnya termasuk metode historis, komparatif (membandingkan) dan case study (studi kasus).
3.      Metode Deduktif
Metode-metode yang mempelajari suatu gejala yang umum untuk memperoleh kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan lebih khusus.
4.      Metode Induktif
Metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk memperoleh kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas dan diambil generalisasinya.

SIMPULAN
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segala sesuatu apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu. Perkembangan untuk mendapatkan pengetahuan, dimulai dari yang tidak ilmiah menjadi metode ilmiah; common sense (akal sehat), seni, rasionalisme, empirisme, falsifikasionisme, relativisme, pragmatis, dan filsafat ilmu. Pengertian ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui kegiataan riset atau penelitian. Sehingga konsep Ilmu pengetahuan adalah suatu pengetahuan tentang objek tertentu yang disusun secara sistematis sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode tertentu. Metode-metode ini adalah metode ilmiah yaitu posedur untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Metode ilmiah ini terdiri atas; (1) metode kuantitatif, adalah penyusunan hasil penelitian yang mengutamakan keterangan angka-angka, dan data-data yang dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks, tabel dan beberapa perhitungan ilmu pasti (mencangkup statistik dan sociometry), (2) metode kualitatif, lebih mengutamakan penggunaan analisa deskriptif mendalam dan mengesampingkan angka-angka atau ukuran-ukuran, (3) metode deduktif, gejala yang umum untuk memperoleh kaidah-kaidah lebih khusus yang berlaku di lapangan,  dan (4) metode induktif,  mempelajari suatu gejala yang khusus untuk memperoleh kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas dan diambil generalisasinya. Pemilihan penggunaan metode-metode ini disesuaikan  tergantung pada materi atau masalah yang akan dipelajari.

DAFTAR RUJUKAN

Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu Ontologi,   Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hanafi, SRDm Rita dan Soetriono. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Latif, Mukhtar.2014. Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu.Jakarta: Kharisma Putra Utama.
Peursen, Van. 1993. Susunan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Supriyanto, Stefanus. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2007. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan lmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.



[1] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 35-36.
[2] Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu. (Jakarta: Prestasi Pustaka,2013),hlm.23
[3] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 9.
[4] Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu. (Jakarta: Prestasi Pustaka,2013),hlm.3
[5] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 2-4.
[6] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 9-10.
[7] Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu. (Jakarta: Prestasi Pustaka,2013),hlm.52-53
[8] Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu. (Jakarta: Prestasi Pustaka,2013),hlm.63-64
[9] Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu. (Jakarta: Prestasi Pustaka,2013),hlm.65.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar