Minggu, 15 Oktober 2017

Hubungan Filsafat dengan Ilmu, Metode Pengembangan Ilmu Pengetahuan



BAB I
PENDAHULUAN


A.       Latar Belakang 
Setelah kita memahami secara luas mengenai hakikat dan makna filsafat tak terkecuali juga tentang filsafat ilmu seperti yang telah diuraikan pada makalah-makalah kelompok sebelumnya, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian ilmu dan pengetahuan serta hubungan antara ilmu dan pengetahuan, faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengatahuan, sejarah berkembangnya ilmu, metode ilmiah, dan  metode perkembangan ilmu pengetahuan.
Istilah ilmu diambil dari bahasa arab; “alima, ya’lamu,’ilman” yang berarti mengerti atau memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris istilah ilmu berasal dari kata sciene yang berasal dari bahasa latin scienta dari bentuk kata kerja scire, yang berarti mempelajari dan mengetahui.
Orang Pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan antara pengetahuan dengan kebenaran (antara Knowledge dengan truth). Jadi pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi. Bertrand Russel seorag realist, menulis: “I conclude that ‘truth’ in the fundamental concept and that ‘knowledge’ must be defined in term of ‘truth’ not vice versa”.[1] Sedangkan menurut Sumarna (2006:153), ilmu dihasilkan dari pengetahuan ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional) dan induksi (empiris). Jadi, proses berpikir inilah yang membedakan antara ilmu dan pengetahuan.
Secara khusus, Suparlan Suhartono (2005:84) mengemukakan tentang perbedaan makna antara ilmu dan pengetahuan. Dengan mengambil rujukan dari Webster’s Dictionary, Suparlan menjelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) di dalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematis, metodis, ilmiah, dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pengetahuan  mempunyai cakupan lebih luas dan umum daripada ilmu.
Adapun Aktivitas manusia yang dapat mengembangkan pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahasa, dan penalaran. Melalui bahasa, manusia tidak hanya berkomunikasi antar sesamanya, namun juga dapat memperdebatkan temuan dan pengetahuannya terhadap manusia lainnya. Demikian juga penalaran, manusia dapat mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan mantap, dengan upaya pengantisipasian terhadap gejala-gejala yang terjadi, sehingga pengetahuan manusia senantiasa berubah, semakin dinamis, progresif, dan inovatif.
Hal tersebut terbukti sebagaimana ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu hal yang sudah selesai terpikirkan, sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab selalu akan disisihkan oleh hasil-hasil penelitian dan percobaan-percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode baru atau karena adanya perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna. Dan penemuan-penemuan baru ini akan disisihkan pula oleh ahli-ahli lainnya, kadang-kadang kembali mudur, tetapi seringnya lebih maju. Begitulah selalu akan terjadi. Teori Einstein berdasarkan atas studi mengenai percobaan-percobaan Michelson dan Morley yang menyisihkan ketentuan fisik dari Newton. Teori relativitas Einstein terus hidup hingga 30 tahun kemudian akan disisihkan pula. Namun,
Sesungguhnya ilmu tetap tak dapat menjawab beberapa pertanyaan yang mendasar dan terpendam dalam sanubari manusia, misalnya tentang arti kematian, sukses, gagalnya cinta, makna sengsara yang tak dapat dihindarkan oleh ilmu yang paling maju sekalipun. Dan lebih daripada itu, ilmu tak dapat memenuhi kerinduan, kehausan manusia akan cinta mutlak dan abadi.
Karena hal-hal tersebut, manusia terus melakukan pengembangan pengetahuan untuk memperoleh kenikmatan, kesenangan, kemudahan, dan kebahagiaan dengan inovasi yang dilakukan manusia yang kemudian berusaha memecahkan masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya dan mengembangkan kerangka berpikir tertentu untuk menghasilkan ilmu.

B.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan ?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan ilmu pengetahuan?
3.      Apakah metode ilmiah itu?
4.      Bagaimana metode perkembangan ilmu pengetahuan?

C.       Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
makalah ini bertujuan untuk:
1.      Memaparkan hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan.
2.      Memaparkan sejarah perkembangan ilmu pengtahuan.
3.      Memaparkan pengertian metode ilmiah.
4.      Memaparkan metode perkembangan ilmu pengetahuan.

D.    Manfaat Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
makalah ini bermanfaat untuk:
1.      Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
2.      Merupakan metode untuk merefleksi, menguji, mengkritisi, memberikan asumsi keilmuan.
3.      Sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga menjad kritis terhadap kegiatan ilmiah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Filsafat
           Sebelum membahas lebih lanjut mengenai ilmu pengetahuan,  akan sedikit dipaparkan mengenai filsafat karena induk dari ilmu pengetahuan adalah filsafat. Makin banyak manusia tahu, makin banyak pula pertanyaan yang timbul. Manusia ingin tahu tentang nasibnya, tentang kebebasan dan kemungkinan-kemungkinannya. Namun, dengan kemajuan Ilmu pengetahuan yang luas, sejumlah pertanyaan manusia tetap terbuka dan sama aktualnya seperti pada ribuan tahun yang lalu. Filsafat adalah tempat di mana pertanyaan-pertanyaan tersebut dikumpulkan, diterangkan dan diteruskan sehingga antara filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani ‘philosophia’, yang terdiri atas kata philein atau philia, yang berarti cinta, dan shopia, yang berarti kearifan. Selanjutnya, filsafat biasanya diartikan sebagai cinta kearifan atau cinta kebijaksanaan (The Liang Gie, 1997). Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pecinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.
Filsafat memiliki 2 objek yang disebut objek formal (lapangannya) dan objek material (sudut pandang) dan objek material filsafat adalah segala sesuatu yang dipermasalahkan oleh filsafat. Menurut DR.Oemar Amien Hosein, objek material filsafat adalah segala bentuk pemikiran manusia tentang sesuatu yang ada dan mungkin ada. Sedangkan menurut DR.Mr.D.C.Mulder, objek material filsafat adalah segala persoalan pokok yang dihadapi manusia saat dia berpikir tentang dirinya dan tempatnya di dunia. Menurut Louis Kattsoff (1992) objek material filsafat adalah segala pengetahuan manusia serta apa yang ingin diketahui manusia. [2]
Dengan adanya filsafat, manusia dimungkinkan dapat melihat kebenaran tentang sesuatu diantara kebenaran yang lain. Hal ini membuat manusia mencoba mengambil pilihan, diantara alternatif yang ada saat itu, sehingga manusia mampu menghadapi masalah-masalah yang ada dan belajar untuk menjadi bijaksana. Di samping itu filsafat memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif agar kita dapat menyerasikan antara logika, rasa, rasio, pengalaman dan agama untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang sejahtera. Menurut garis historis sedikitnya sepuluh metode yang digunakan dalam filsafat termasuk dalam filsafat ilmu, yaitu :
1.      Pertama, metode kritis, yang dikembangkan oleh Socrates dan Piato, metode ini bersifat analisis terhadap istilah dan pendapat. Menjelaskan keyakinan dan memperhatikan pertentangan dengan jalan bertanya dan berdialog, membedakan, membersihkan, menyisihkan, dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
2.      Kedua¸ metode intuitif, yang dikembangkan oleh Plotinos dan Bergson, dengan jalan introspeksi. Bergson lebih khusus memberikan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, agar tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3.      Ketiga, metode Skolastik, yang dikembangkan oleh Aristoteles, Thomas Aquinas bersifat sintetis deduktif. Karakter filsafat Abad pertengahan ini yaitu dengan bertitik tolak dari definisi atau prinsip yang jelas kemudian ditarik kesimpulan.
4.      Keempat, metode filsafat Rene Descartes dan pengikutnya yang dikenal metode yang bertolak dari analisis mengenai hal hal kompleks kemudian dicapai intuisi akan hakikat yang sederhana dan lebih terang. Segala pengertian yang ada kemudian ditarik secara parsial sehingga diketahui secara jelas.
5.      Kelima, metode geometri yang dikreasikan oleh Rene Descartes dan pengikutnya. Menurutnya, hanya pengalaman lah yang menyajikan pengertian benar.
6.      Keenam, metode trasendental yang dikreasikan oleh Immanuel Kahn. Dengan metodenya neo-skolastik,dengan jalan analisis yang diselidiki syarat syarat apriori bagi pengertian yang sedemikian rumit dan kompleks.
7.      Ketujuh, metode fenomenologis dari Husserl, eksistensialisme yakni metode dengan jalan beberapa pemotongan sistematis, refleksi atas fenomena dalam kesadaran sehingga mencapai penglihatan hakikat yang murni.
8.      Kedelapan, metode dialektis dari Hegel dan Marx, metode yang digunakan dengan jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam berpikir sendiri sebagai suatu hakikat kenyataan dipakai.
9.      Kesembilan, metode neopositivistis, bahwa kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan menggunakan aturan aturan seperti berlaku dalam ilmu pengetahuan positif.
10.  Kesepuluh, metode analitikabahasa sebagaimana yang dikreasikan Wittgenstein. Metode ini digunakan dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari hari yang menentukan sah atau tidaknya ucapan filosofis, menurutnya bahasa menrupakan bola permainan makna si pemiliknya.
Menurut Jujun (2010), kerangka berpikir ilmiah yang berintikan logic-hypotetico-verifikatif ini pada dasarnya terdiri dari langkah langkah sebagai berikut :

  1. Rumusan masalah, ini merupakan langkah pertama dalam metode ilmiah berisi pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas batasnya dan dapt diidentifikasi faktor- faktor yang terkait di dalamnya.
  2. Menentukan khazanah pengetahuan ilmiah, ini merupakan langkah kedua dalam metode ilmiah berisi kumpulan informasi ilmiah yang digali melalui berbagai literature ilmihah, jurnal ilmih, diskusi ilmiah, wawancara.
  3.  Penyusunan kerangka berpikirdalam penyusunan hipotesis, berisi argumentasi yang dibangun berdasarkan langkah kedua yang diambil sebagai landasan teori sehingga dapat menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai factor.
  4. Penyusunan hipotesis, berisi jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan dalam perumusan masalah.
  5.  Pengujian hipotesis, berisi kegiatan oengumpulan fakta atau data empiris yang relevan dengan hipotesis yang diajukan, kemudian dilakukan analisis sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai data untuk memperhatikan apakah terdapat fakta yang mendukung tersebut atau tidak.
  6.  Penarikan kesimpulan, berisi penilaian apakah hipotesis yang diajukan berdasarkan data yang ditemukan dilapangan diterima atau ditolak. Bila dalam proses pengujian terhadap fakta yang cukup dan mendukung hipotesis, maka hipotesis yang diajukan dapt diterima.
B. Ilmu Pengetahuan
Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang makalah ini, bahwa pengetahuan  mempunyai cakupan lebih luas dan umum daripada ilmu. Sebagaimana menurut Prof.Dr.Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam”.[3]
Pada bab ini kita akan mengupas lebih dalam mengenai ilmu pengetahuan. Dalam “Ensiklopedia Indonesia”, kita jumpai pengertian sebagai berikut:
“Ilmu pengetahuan, suatu sistem dari berbagai pegetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman terentu, hingga menjadi kesatuan, suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu (induksi, deduksi).”[4]
Sedangkan menurut Prof.Dr.Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi paa Rutgers University menyimpulkan:
Science is a systematized knowledge derived from observation, study and experimentation curried on order to determine the nature of principles of what being studied” (Ilmu pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang di studi). [5]
Adapun pengertian ilmu pengetahuan itu sendiri, seperti yang dikemukan oleh Afanasyef, seorang ahli pikir Marxist berkebangsaan Rusia menulis sebagai berikut:
Science is the system of man’s knowledge on nature society and thought. It reflect the world in concepts, categories and law, the correctness and truth of which are verified by practical experience”. (Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan manusia tentang  alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dalam konsep-konsep, kategori-kategori dan hukum-hukum yang ketepatannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis).
Dari beberapa pengertian ilmu pengetahuan yang kami kemukakan di atas maka ilmu pengetahuan dapat dijabarkan sebagai “kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (obyek/lapangan), yang merupakan kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal/kejadian itu”. Ilmu pengetahuan mencari sebab akibat (kausalitas), mencoba menentukan mengapa sesungguhnya kejadian-kejadian itu memang demikianlah keadaannya.
Salah stau ciri dari ilmu adalah bahwa ilmu itu memiliki objek penyelidikan. Objek penyelidikan dari ilmu terdiri dari dua objek, yaitu objek materiil dan objek formal. Objek materiil adalah suatu hal yang menjadi sasaran penyelidikan atau pemikiran sesuatu yang dipelajari, baik berupa benda kongkret maupun abstrak. Pertama, objek materiil yang bersifat konkret adalah objek yang secara fisik dapat terlihat dan terasa oleh alat peraba. Objek yang termasuk kategori objek materiil konkret ini, merupakan objek yang paling banyak ditemui di sekililing kita, baik yang bernyawa atau yang hidup maupun benda mati, seperti anjing, kucing, pohon, batu, air, tanah,  dan sebagainya. Kedua, objek materiil yang bersifat abstrak misalnya nilai-nilai, ide-ide, paham aliran, sikap, dan sebagainya.       Sedangkan objek formal merupakan sudut pandang atau cara memandang terhadap objek materiil. Termasuk prinsip-prinsip yang digunakan. Dalam hal ini berarti hakikat, esensi dari objek materiilnya yang menjadi objek formal filsafat.  Misalnya alam dan manusia.

C.    Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dalam  buku History and Philosophy of science karangan L.W.H.Hull (1950), diterangkan bahwa setidaknya sejarah filsafat dan ilmu pengetahuan dapat dibagi dalam tiga periode (i) filsafat Yunani; (ii) Kelahiran Nabi Isa; dan Periode Kebangkitan Islam. [6]
Pertama, masa yang paling dasar atau pertama adalah filsafat Yunani (abad –SM-0M). Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales yang ahli filsafat, astronomi dan geometri.
Kedua, adalah periode kelahiran Nabi Isa (Abad 0-6 M). Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja. Sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja.
Ketiga, adalah periode kebangkitan Islam (abad 6-13 M), pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku ilmiah diterbitkan dan ditulis. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi,Maliki,Syafii, dan Hanbali  yang ahli dalam hukum Islam, Al-Farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan bukunya yang terkenal yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme.
Keempat, adalah periode kebangkitan Eropa (abad 14-20 M). Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, abad kemunduran umat Islam berbagai pemikiran Yunani muncul, alur pemikiran yang mereka anut adalah empirisme dan rasionalitas. Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia Islam. Masa ini juga muncul intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina The Canon of Medicine. Pada masa ini banyak muncul para ilmuan seperti Newton dengan teori gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada pihak gereja dengan mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak untuk hidup, hak untuk merdeka,, hak berpikir.[7]

D.    Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencangkup berbagai pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada. Metode secara etimologis berasal dari kata yunani meta yang berarti sesudah dan hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti langkah-langkah yang diambil, menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang benar yaitu sesuatu tatacara, teknik, atau jalan yang telah dirancang dan dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apapun, baik pengetahuan humanistic dan historis, ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah (Bakker, 1988).
Buku kepustakaan, tidak ada yang menunjuk ke suatu pendapat mengenai jumlah, macam dan urutan langkah yang pasti sebagai penentu suatu prosedur yang disebut sebagai metode ilmiah. Langkah-langkah itu semakin bervariasi dalam ilmu pengetahuan sesuai bidang spesialisasi yang semakin banyak. Kadang-kadang orang berpendapat bahwa macam metode ilmiah yang digunakan tergantung pada ilmu khusus tersebut, khususnya bersangkutan dengan objek formalnya. Berdasarkan langkah-langkah yang digunakan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan , sekurang-kurangnya ada lima langkah yang dapat dikatakan sebagai pola umum, yaitu: penentuan masalah, perumusan dugaan sementara, pengumpulan data, perumusan kesimpulan, dan verifikasi hasil.  Pola umum ini dijelaskan oleh O.Burniston Brown (1961) sebagai berikut:
“Meskipun mereka berbeda dalam pokok soal. Semua ilmu menunjukkan prosedur umum yang sama yang disebut metode ilmiah atau ilmu saja. Oleh karena itu ilmu adalah suatu metode khusus yang telah diperkembangkan secara berangsur-angsur sepanjang berabad-abad untuk meingkatkan pengetahuan kita mengenai dunia ini”. [8]
Pada dasarnya pola umum dalam metode ilmiah ini dapat dipakai dengan melihat sejarah perkembangan ilmu itu sendiri yang telah berlangsung dari abad ke abad. Sekaligus dengan melihat perkembangan ilmu pengetahuan tersebut, dapat dipahami bahwa tersebarnya ilmu pengetahuan menjadi banyak cabang ilmu-ilmu khusus antara lain juga berbeda satu sama lain, karena digunakannya metode-metode yang sangat berlainan untuk menyelidiki, melukiskan, dan mengerti realitas (Van Melsen , 1986).
 Istilah metode berpikir ilmiah ini juga dibahas oleh Taqiyuddin an-Nabhani (2001) dalam bukunya at-Tafkir. Ia menyebut metode ilmiah dengan metode berpikir ilmiah. Penelitian sebagai suatu rangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam dunia keilmuan disebut metode, untuk menegaskan bidang keilmuan itu seringkali dipakai istilah metode ilmiah (scientific method).
Dalam pembicaraan mengenai masalah ilmu pengetahuan, yang dimaksud dengan metode adalah cara-cara penyelidikan yang bersifat keilmuan, yang sering disebut metode ilmiah (scientific methods). Metode ini perlu, agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran objektif dapat dibuktikan dan bisa tercapai. Dengan metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah menjadi ilmu pengetahuan, yaitu menjadi lebih khusus dan terbatas lingkupan studinya. Dari Jujun S.S (1987), Titus dkk menjelaskan cara kerja ilmiah dengan mengemukakan enam langkah metode untuk memperoleh pengetahuan yaitu:
a.       Langkah pertama, kesadaran akan adanya problema, adalah penting sekali. Karena hanya dengan demikian suatu pemikiran dan penyelidikan itu mungkin untuk diawali. Dalam hal ini, kemampuan untuk melukis problema secara jelas dan benar dalam suatu definisi adalah penting. Karena hanya dengan demikian pula pengumpulan data yang faktual baru mungkin.
b.      Langkah kedua, pengumpulan data yang relevan, yang juga memerlukan kesabaran dan kemampuan untuk menguji data-data apakah faktual atau tidak.
c.       Langkah ketiga, masalah penertiban data. Dalam masalah ini, diperlukan kemampuan analisis dan pengelompokan. Bagi metode ilmiah, memperbandingkan dan mempertentangkan data yang satu dengan kepentingan yang satu dengan yang lain untuk diatur dalam urutan yang sesuai dengan kepentingan adalah pokok. Jadi, setiap data harus diberi nomor, dianalisis, dan diklasifikasikan.
d.      Langkah keempat adalah pembentukan hipotesis. Hipotesis dapat dibentuk setelah diperoleh data-data yang cukup. Dalam membentuk hipotesis, hal yang penting adalah harus bersifat masuk akal.
e.       Langkah kelima, penarikan deduksi atau kesimpulan dari hipotesis. Maksudnya, hipotesis menjadi dasar pwnarikan deduksi atau kesimpulan mengenai jenis susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda tertentu yang sedang diselidiki.
f.       Langkah keenam adalah verifikasi. Masalah pengujian kebenaran dalam ilmu pengetahuan, keputusan akhirnya terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung suatu hipotesis, maka hipotesis lain dipilih.
Corak-corak metode ilmiah yang berkembang menyebabkan ilmu pengetahuan bersifat positivistik, deterministik, evolusionistik, sehingga analisisnya selalu dibantu dengan pendekatan kuantitatif dan eksperimen melalui observasi. Ilmu-ilmu kealaman pada umumnya menggunakan metode siklus-empirik dan objektivitasnya diuji secara empiris-eksperimenta. Ilmu-ilmu sosial dan humanistik pada umumya menggunakan metode linear dan analisisnya dimaksudkan untuk menemukan arti, nilai dan tujuan.

E.     Metode Perkembangan Ilmu Pengetahuan
          Ilmu dapat ditinjau dari sekumpulan pengetahuan ilmiah, dan/atau sekumpulan aktivitas ilmiah, dan/atau metode ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah. Perhatikan perkembangan metode atau sumber dari pengetahuan. Perhatikan perkembangan metode atau sumber dari pengetahuan. Berikut ini merupakan perkembangan untuk mendapatkan pengetahuan, dimulai dari yang tidak ilmiah menjadi metode ilmiah.

1.      Common sense (akal sehat)
a.       Berakar pada adat dan tradisi -> menjadi kebiasaan dan pengulangan (landasan kurang kuat)
b.      Cenderung kabur dan samar-samar.
c.       Pengetahuan tidak teruji, karena kesimpulan biasanya ditarik dengan asumsi yang tidak diuji dulu.
d.      Didukung metode trial and error serta pengalaman.
2.      Seni
Applied art yang mempunyai kegunaan langsung pada kehidupan badaniah dan fine art yang dapat memperkaya kegunaan spiritual. Sifat seni adalah deskriptif dan fenomenologis serta ruang lingkupnya terbatas. Seni bersifat subjektif, individual, dan personal. Oleh karena itu seni mencoba memberi makna sepenuhnya terhadap suatu objek. Komunikasi merupakan inti dari seni.
3.      Rasionalisme
Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau menggunakan logika dedukatif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Berpikir dari yang sifatnya universal, kemudian mencoba melakukan kesimpulan pada fenomena yang sifatnya spesifik. Kelemahan logika deduktif ini, sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai dengan fakta, sehingga sering diragukan bagi kelompok induktivisme.
 4.      Empirisme
a.       Jumlab observasi harus besar.
b.      Observasi harus diulang-ulang pada variasi kondisi yang luas.
c.       Keterangan observasi yang sudah diterima, tidak boleh bertentangan dengan hukum universal yang menjadi kesimpulan.
5.      Falsifikasionisme
Namun suatu fakta/fenomena baru dapat menolak teori yang sudah ada atau menggagalkan teori yang sudah ada. Kondisi ini dikenal dengan sebutan falsifikasi. Karl Popper pada tahun 1919-20an menjelaskan metode yang dapat digunakan untuk membantah dan menguji sebuah teori, dengan mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi, jika pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
6.      Relativisme
Pada relativisme, teori dikatakan baik harus dinilai relatif dari segi standar yang diterima oleh masyarakat, sedangkan standar itu secara tipikal akan berlainan sesuai dengan kultur dan historis masyarakat masing-masing. Untuk itu pada akhir analisisnya perlu pertimbangan aspek psikologis dan sosiologis.
7.      Pragmatis
John Dewey menyatakan bahwa tidak perlu mempersoalkan kebenaran suatu pengetahuan, melainkan sejauh mana kita dapat memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat.
8.      Filsafat Ilmu
Filsafat meletakkan dasar-dasaf suatu pengetahuan. Landasan berfikir filsafat menggunakan metode analisis dan sintesis . Analisis pengetahuan yang dihasilkan dari berpikir rasionalisme dan empirisme, kemudian dilakukan suatu sistesis baru merupakan kajan Filsafat Ilmu. Filsafat ilmu juga mempelajari metode setiap ilmu sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar.
Metode ilmu pengetahuan dipakai/dipergunakan tergantung pada materi atau masalah yang akan dipelajarinya.
1.      Observasi
          Di dalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi (sense perception) seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba, membawa sesuatu, juga di dalamnya termasuk bahwa kita sadar, berada dalam situasi yang bermakna dengan berbagai fakta saling berhubungan. Observasi yang cermat sangat diperlukan di dalam penelitian ilmiah. Ada beberapa kondisi-kondisi yang sangat penting untuk diketahui dalam melakukan observasi, yaitu:
a)      Indra yang normal dan sehat
Semua indra diperlukan dalam melakukan observasi seperti: kejelasan penglihatan dan ketajaman pendengaran sangat diperlukan.
 b)      Kematangan mental
Dalam hal ini bukan hanya kemampuan berpikir tetapi juga benar-benar paham tentang instrumen intelektual yang diperlukan seperti istilah-istilah, konsep-konsep dan kemampuan menggunakan simbol-simbol secara umum.
c)      Alat-alat bantu fisik
Alat bantu seperti teleskop, mikroskop, dan alat-alat lain untuk mengukur waktu dengan tepat, luas, berat, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan (hasil) yang cermat.
d)     Cara mengatur posisi, tempat atau kondisi yang memungkinkan observasi dapat dilakukan dengan cermat.
Si peneliti melakukan pengamatan terus-menerus. Oleh karena itu diperlukan perhatiannya pada kondisi-kondisi yang cermat, memperhatikan faktor waktu, tempat, gerakan, suhu, cahaya, keadaan cuaca dan gangguan-gangguan suara. Kesalahan atau kegagalan observasi mungkin disebabkan adanya kerusakan atau adanya gangguan pada faktor-faktor tersebut , yang dengan mudah menyesatkan kesimpulan yang kita buat.
e)      Pengetahuan lapangan
Orang yang mengenal lapangan studi, sejarahnya, dan saling hubungannya dengan lapangan studi serta pengalaman lainnya akan lebih beruntung.
2.      Trial and Error
          Teknik ini dipergunakan oleh ahli psikologi yang diterapkan pada penelitian tentang hewan dan manusia. Manusia seringkali menggunakan metode ini untuk mengetahui bagaimana sesuatu hal yang baru itu bekerja. Metode trial dan error cenderung disebut “learning by doing” daripada disebut “learning by thinking”, semua itu dikemukakan dalam bentuk yang sederhana yang mengandung refleksi. Reflective thinking (berpikir reflektif) disebut juga “trial and error by ideas”. Dalam berpikir reflektif pemecahannya diselesaikan dalam imajinasi . Dalam refleksi dan imajinasi mengecek mana yang cocok dan mana yang tidak, mana yang tepat dan mana yang tidak tepat. Trial dan error pada taraf ideologis dan imajinatif menghemat waktu, tenaga, dan seringkali dalam kehidupan itu sendiri.
3.      Metode Eksperimen
          Kegiatan eksperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengujian hipotesis. Di dalam eksperimen di dalamnya termasuk masalah “manipulasi” dan pengawasan (kontrol) sekalipun observasi (pengamatan) dan “trial and error” telah banyak digunakan secara luas tetapi keduanya terbatas.
          Perkembangan yang sangat besar dalam penelitian ilmiah adalah kemungkinan ditemukannya teknik pengawasan (techniques of control), dan sekaligus digunakan dalam suatu percobaan, dimana di pengamat mengontrol kondisi-kondisi yang berhubungan dengan subjek yang sedang ia pelajari. Ia kemudian “memanipulasi” kondisi-kondisi ini, pada satu saat ia mengubah satu faktor tertentu, kemudian ia mencatat sebab-akibatnya.
          The method of difference” (Metode Perbedaan) kadang-kadang disebut pula metode eksperimen perbedaan (exsperimental method of difference), dipergunakan secara luas di dalam ilmu pengetahuan. Peranan dari metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu waktu, sedangkan faktor-faktor yang lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap. Peneliti membuat suatu perbedaan dalam pengamatannya dalam kesimpulan penelitiannya. [9]
          Metode lain adalah “conconitant variation” (konkonitan variasi-variasi), yang merujuk pada hubungan antara dua fenomena yang berbeda, sebagai hasil hubungan kasual (sebab-akibat) yang mungkin terjadi pada kegiatan observasi dan eksperimen. Metode ini menunjukkan dua fenomena muncil atau hilang bersama-sama atau yang satu muncul yang lain menghilang.
4.      Metode Statistik
          Istilah statistik berarti pengetahuan tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan bilangan/data sebagai dasar induksi. Metode statistik telab ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kelakuan, kematian, kesehatan, dan perpajakan. Metode ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi, sehingga saat ini metode statistik dipakai dalam berbagai kehidupan sehari-hari, dalam perdagangan, peredaran keuangan dan berbagai ilmu pengetahuan, menghitung, mengukur, merata-ratakan, mean, median, dan pengukuran-pengukuran korelasi, memungkinkan bagi kita untuk membuat penjelasan yang cermat dan membawanya kita ke arah penjelasan yang lebih luas dan terperinci.
5.      Metode Sampling (pengambilan sampel)
          Terjadinya sampling yaitu apabila kita mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut, yaitu dengan tujuan bilamanakah satu sampel tersebut dapat diwakili secara keseluruhan atau  tidak.
6.      Metode Berpikir Reflektif

        Metode reflektive thinking pada umumnya melalui enam  tahap, yaitu :
a)      Adanya kesadaran kepada sesuatu permasalahan
Biasanya berpikir itu mulai berjalan apabila ada sesuatu hambatan atau kesulitan. Dimulainya apabila kita mulai ingin tahu kepada sesuatu, atau apabila ada beberapa permasalahan yang pastu yang harus dipecahkan.
b)      Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan
Untuk masalah yang sederhana, data mungkin mudah diperolehnya, namun untuk yang lainnya mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk menemukan data-data yang diperlukan.
c)      Data yang terorganisir
Yaitu yang telah disusun/dihitung, dianalisis dan diklasifikasi. Perlu kiranya diadakan perbandingan dan perbedaannya, dan diusahakan agar data itu mempunyai arti. Penghitungan, analisis, dan klasifikasi merupakan dasar metode yang ilmiah.
d)      Formulasi hipotesis
Berbagai pemecahan masalah sementara mungkin akan terjadi kepada ilmuan pada waktu memproses, menganalisis dan mengklasifikasi. Saran-saran atau perkiraan yang mungkin timbul sewaktu si peneliti itu sedang menguji permasalahan atau pokok soal yang ia sedang kerjakan, suatu data yang sangat dekat probabilitasnya untuk diuji. Tidak ada pembatasan dalam jumlah hipotesis yang ia rencanakan. Sementara itu tidak ada peraturan yang kaku untuk memformulasikannya, sebuah hipotesis harus masuk di akal, harus menjadi sebuah deduksi untuk diuji, dan harus merupakan penuntun untuk penelitian berikutnya.
e)      Deduksi harus berasal dari hipotesis
Dalam mengambil kesimpulan prinsip logika formal akan membantu kita. Matematika mungkin akan membantu kita untuk menemukan bentuk-bentuk perumusan dan hubungan-hubungannya , yang akan ditemukan dalam penelitian tersebut.  Mempertimbangkan contoh pengungkapan deduksi yang berasal dari hipotesis, seperti berikut: “Seandainya A  dan B itu benar, maka C pun harus benar”.[10] Hal ini mengarah kepada langkah selanjutnya.
f)       Pembuktian kebenaran verifikasi
Setelah ditentukan dengan cara analisis dedktif, apapun akan benar seandainya hipotesis itu benar, kemudian kita lihat apaka kondisi-kondisi lainnya sebagai suatu kenyataan itu benar pula. Seandainya itu menyatakan benar, maka hipotesis kita telah dibuktikan kebenarannya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
     Berdasarkan penjabaran pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Filsafat adalah induk atau sumber dari berbagai ilmu pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan ditampung menjadi satu disebut dengan ilmu. Ilmu yang telah tersusun secara sistematis dan bersifat universal disebut sebagai Ilmu Pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidaklah bersifat mutlak, ilmu pengetahuan akan tergeser oleh ilmu pengetahuan lain yang dianggap lebih relevan, dan kemungkinan ilmu pengetahuan yang telah dianggap tidak relevan lagi bisa menjadi maju kembali. Ilmu pengetahuan akan terus berkembang diiringi dengan munculnya berbagai metode pengembangan ilmu pengetahuan yang baru. Beberapa metode ilmu pengetahuan tersebut adalah common sense (akal sehat), seni, rasionalisme, empirisme, falsifikasionisme, relativisme, pragmatis, filsafat ilmu.

B.     Saran
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kritik, saran dan pendapat yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca untuk perbaikan yang akan datang. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna sebagai acuan dalam membuat makalah dengan tema serupa yang lebih baik.


[1]  Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 5.

[2] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 17-18.

[3] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 9.
[4] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 2-4.
[5] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 9-10.
[6] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), hlm.2
[7] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 2-4.
[8] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan lmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,2007),hlm.128

[9]  Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 30.

[10]   Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 34.




DAFTAR PUSTAKA

Supriyanto, Stefanus. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,   Epistemologis, dan Aksiologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2007. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan lmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Hanafi, SRDm Rita dan Soetriono. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu Ontologi,   Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal : Jacob E. Safra, Jorge Aguilar-Cauz, Dale H. Hoiberg. Sir Fancis Bacon, Rene Descartes, Benedict De Spinoza. Chicago: Encyclopaedia Britannica, INC.
Discourse on Method (1637). Cambridge University Press,1911, translates and edited by S.Haldane and G.R.T.Ross; first five parts



Tidak ada komentar:

Posting Komentar