BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah
kita memahami secara luas mengenai hakikat dan makna filsafat tak terkecuali
juga tentang filsafat ilmu seperti yang telah diuraikan pada makalah-makalah
kelompok sebelumnya, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian
ilmu dan pengetahuan serta hubungan antara ilmu dan pengetahuan, faktor-faktor
yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengatahuan, sejarah berkembangnya ilmu, metode
ilmiah, dan metode perkembangan ilmu
pengetahuan.
Istilah ilmu diambil dari bahasa arab; “alima, ya’lamu,’ilman” yang berarti mengerti atau memahami
benar-benar. Dalam bahasa Inggris istilah ilmu berasal dari kata sciene yang berasal dari bahasa latin scienta dari bentuk kata kerja scire, yang berarti mempelajari dan
mengetahui.
Orang Pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan antara pengetahuan
dengan kebenaran (antara Knowledge dengan truth). Jadi pengetahuan itu harus
benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi. Bertrand Russel seorag realist,
menulis: “I conclude that ‘truth’ in the fundamental concept and that
‘knowledge’ must be defined in term of ‘truth’ not vice versa”.[1] Sedangkan
menurut Sumarna (2006:153), ilmu dihasilkan dari pengetahuan ilmiah, yang
berangkat dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional) dan induksi
(empiris). Jadi, proses berpikir inilah yang membedakan antara ilmu dan
pengetahuan.
Secara khusus, Suparlan Suhartono (2005:84) mengemukakan tentang
perbedaan makna antara ilmu dan pengetahuan. Dengan mengambil rujukan dari Webster’s Dictionary, Suparlan
menjelaskan bahwa pengetahuan (knowledge)
adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh
secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran,
informasi, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science)
di dalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis,
sistematis, metodis, ilmiah, dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi
yang lebih bersifat fisis (natural). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
pengetahuan mempunyai cakupan lebih luas
dan umum daripada ilmu.
Adapun Aktivitas manusia yang dapat mengembangkan pengetahuan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahasa, dan penalaran. Melalui
bahasa, manusia tidak hanya berkomunikasi antar sesamanya, namun juga dapat
memperdebatkan temuan dan pengetahuannya terhadap manusia lainnya. Demikian
juga penalaran, manusia dapat mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan
mantap, dengan upaya pengantisipasian terhadap gejala-gejala yang terjadi,
sehingga pengetahuan manusia senantiasa berubah, semakin dinamis, progresif,
dan inovatif.
Hal tersebut terbukti sebagaimana ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu hal
yang sudah selesai terpikirkan, sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab
selalu akan disisihkan oleh hasil-hasil penelitian dan percobaan-percobaan baru
yang dilakukan dengan metode-metode baru atau karena adanya perlengkapan-perlengkapan
yang lebih sempurna. Dan penemuan-penemuan baru ini akan disisihkan pula oleh
ahli-ahli lainnya, kadang-kadang kembali mudur, tetapi seringnya lebih maju.
Begitulah selalu akan terjadi. Teori Einstein berdasarkan atas studi mengenai
percobaan-percobaan Michelson dan Morley yang menyisihkan ketentuan fisik dari
Newton. Teori relativitas Einstein terus hidup hingga 30 tahun kemudian akan
disisihkan pula. Namun,
Sesungguhnya
ilmu tetap tak dapat menjawab beberapa pertanyaan yang mendasar dan terpendam
dalam sanubari manusia, misalnya tentang arti kematian, sukses, gagalnya cinta,
makna sengsara yang tak dapat dihindarkan oleh ilmu yang paling maju sekalipun.
Dan lebih daripada itu, ilmu tak dapat memenuhi kerinduan, kehausan manusia
akan cinta mutlak dan abadi.
Karena hal-hal tersebut, manusia terus melakukan pengembangan
pengetahuan untuk memperoleh kenikmatan, kesenangan, kemudahan, dan kebahagiaan
dengan inovasi yang dilakukan manusia yang kemudian berusaha memecahkan
masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya dan mengembangkan kerangka
berpikir tertentu untuk menghasilkan ilmu.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah pada makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah hubungan
filsafat dengan ilmu pengetahuan ?
2. Bagaimana sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan?
3. Apakah metode
ilmiah itu?
4. Bagaimana metode perkembangan
ilmu pengetahuan?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
makalah ini bertujuan untuk:
1.
Memaparkan hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan.
2.
Memaparkan sejarah perkembangan ilmu pengtahuan.
3.
Memaparkan pengertian metode ilmiah.
4.
Memaparkan metode perkembangan ilmu pengetahuan.
D. Manfaat Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
makalah ini bermanfaat untuk:
1.
Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
2.
Merupakan metode untuk merefleksi, menguji, mengkritisi, memberikan
asumsi keilmuan.
3.
Sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga menjad kritis
terhadap kegiatan ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat
Sebelum membahas lebih lanjut
mengenai ilmu pengetahuan, akan sedikit
dipaparkan mengenai filsafat karena induk dari ilmu pengetahuan adalah filsafat.
Makin banyak manusia tahu, makin banyak pula
pertanyaan yang timbul. Manusia ingin tahu tentang nasibnya, tentang kebebasan
dan kemungkinan-kemungkinannya. Namun, dengan kemajuan Ilmu pengetahuan yang
luas, sejumlah pertanyaan manusia tetap terbuka dan sama aktualnya seperti pada
ribuan tahun yang lalu. Filsafat adalah tempat di mana pertanyaan-pertanyaan
tersebut dikumpulkan, diterangkan dan diteruskan sehingga antara
filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan
satu sama lain.
Filsafat berasal dari
bahasa Yunani ‘philosophia’, yang
terdiri atas kata philein atau philia, yang berarti cinta, dan shopia, yang berarti kearifan.
Selanjutnya, filsafat biasanya diartikan sebagai cinta kearifan atau cinta kebijaksanaan (The Liang Gie, 1997). Dari definisi tersebut,
dapat dipahami bahwa filsafat berarti cinta
kebijaksaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pecinta
pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.
Filsafat memiliki 2 objek yang disebut objek formal (lapangannya) dan
objek material (sudut pandang) dan objek material filsafat adalah segala sesuatu
yang dipermasalahkan oleh filsafat. Menurut DR.Oemar Amien Hosein, objek
material filsafat adalah segala bentuk pemikiran manusia tentang sesuatu yang
ada dan mungkin ada. Sedangkan menurut DR.Mr.D.C.Mulder, objek material
filsafat adalah segala persoalan pokok yang dihadapi manusia saat dia berpikir
tentang dirinya dan tempatnya di dunia. Menurut Louis Kattsoff (1992) objek
material filsafat adalah segala pengetahuan manusia serta apa yang ingin
diketahui manusia. [2]
Dengan
adanya filsafat, manusia dimungkinkan dapat melihat kebenaran tentang sesuatu
diantara kebenaran yang lain. Hal ini membuat manusia mencoba mengambil
pilihan, diantara alternatif yang ada saat itu, sehingga manusia mampu
menghadapi masalah-masalah yang ada dan belajar untuk menjadi bijaksana. Di
samping itu filsafat memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif agar
kita dapat menyerasikan antara logika, rasa, rasio, pengalaman dan agama untuk
pemenuhan kebutuhan hidup yang sejahtera. Menurut garis historis sedikitnya sepuluh metode yang
digunakan dalam filsafat termasuk dalam filsafat ilmu, yaitu :
1.
Pertama, metode kritis, yang dikembangkan oleh Socrates dan
Piato, metode ini bersifat analisis terhadap istilah dan pendapat. Menjelaskan
keyakinan dan memperhatikan pertentangan dengan jalan bertanya dan berdialog,
membedakan, membersihkan, menyisihkan, dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
2.
Kedua¸ metode intuitif, yang dikembangkan oleh Plotinos
dan Bergson, dengan jalan introspeksi. Bergson lebih khusus memberikan jalan
pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, agar tercapai pemahaman
langsung mengenai kenyataan.
3.
Ketiga, metode Skolastik, yang dikembangkan oleh
Aristoteles, Thomas Aquinas bersifat sintetis deduktif. Karakter filsafat Abad
pertengahan ini yaitu dengan bertitik tolak dari definisi atau prinsip yang
jelas kemudian ditarik kesimpulan.
4.
Keempat, metode filsafat Rene Descartes dan pengikutnya yang
dikenal metode yang bertolak dari analisis mengenai hal hal kompleks kemudian
dicapai intuisi akan hakikat yang sederhana dan lebih terang. Segala pengertian
yang ada kemudian ditarik secara parsial sehingga diketahui secara jelas.
5.
Kelima, metode geometri yang dikreasikan oleh Rene Descartes
dan pengikutnya. Menurutnya, hanya pengalaman lah yang menyajikan pengertian
benar.
6.
Keenam, metode trasendental yang dikreasikan oleh Immanuel
Kahn. Dengan metodenya neo-skolastik,dengan jalan analisis yang diselidiki
syarat syarat apriori bagi pengertian yang sedemikian rumit dan kompleks.
7.
Ketujuh, metode fenomenologis dari Husserl,
eksistensialisme yakni metode dengan jalan beberapa pemotongan sistematis,
refleksi atas fenomena dalam kesadaran sehingga mencapai penglihatan hakikat
yang murni.
8.
Kedelapan, metode dialektis dari Hegel dan Marx, metode yang
digunakan dengan jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam berpikir sendiri
sebagai suatu hakikat kenyataan dipakai.
9.
Kesembilan, metode neopositivistis, bahwa kenyataan dipahami
menurut hakikatnya dengan jalan menggunakan aturan aturan seperti berlaku dalam
ilmu pengetahuan positif.
10. Kesepuluh,
metode analitikabahasa
sebagaimana yang dikreasikan Wittgenstein. Metode ini digunakan dengan jalan
analisis pemakaian bahasa sehari hari yang menentukan sah atau tidaknya ucapan
filosofis, menurutnya bahasa menrupakan bola permainan makna si pemiliknya.
Menurut
Jujun (2010), kerangka berpikir ilmiah yang berintikan logic-hypotetico-verifikatif ini pada dasarnya terdiri dari langkah
langkah sebagai berikut :
- Rumusan masalah, ini merupakan langkah pertama dalam metode ilmiah berisi pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas batasnya dan dapt diidentifikasi faktor- faktor yang terkait di dalamnya.
- Menentukan khazanah pengetahuan ilmiah, ini merupakan langkah kedua dalam metode ilmiah berisi kumpulan informasi ilmiah yang digali melalui berbagai literature ilmihah, jurnal ilmih, diskusi ilmiah, wawancara.
- Penyusunan kerangka berpikirdalam penyusunan hipotesis, berisi argumentasi yang dibangun berdasarkan langkah kedua yang diambil sebagai landasan teori sehingga dapat menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai factor.
- Penyusunan hipotesis, berisi jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan dalam perumusan masalah.
- Pengujian hipotesis, berisi kegiatan oengumpulan fakta atau data empiris yang relevan dengan hipotesis yang diajukan, kemudian dilakukan analisis sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai data untuk memperhatikan apakah terdapat fakta yang mendukung tersebut atau tidak.
- Penarikan kesimpulan, berisi penilaian apakah hipotesis yang diajukan berdasarkan data yang ditemukan dilapangan diterima atau ditolak. Bila dalam proses pengujian terhadap fakta yang cukup dan mendukung hipotesis, maka hipotesis yang diajukan dapt diterima.
B. Ilmu Pengetahuan
Seperti yang telah disebutkan pada latar
belakang makalah ini, bahwa pengetahuan
mempunyai cakupan lebih luas dan umum daripada ilmu. Sebagaimana menurut
Prof.Dr.Mohammad Hatta:
“Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur
tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya
maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari
dalam”.[3]
Pada bab ini kita akan mengupas lebih dalam
mengenai ilmu pengetahuan. Dalam “Ensiklopedia Indonesia”, kita jumpai
pengertian sebagai berikut:
“Ilmu pengetahuan, suatu sistem dari berbagai
pegetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman terentu,
hingga menjadi kesatuan, suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang
masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan
secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu (induksi, deduksi).”[4]
Sedangkan menurut Prof.Dr.Ashley Montagu, Guru
Besar Antropologi paa Rutgers University menyimpulkan:
“Science
is a systematized knowledge derived from observation, study and experimentation
curried on order to determine the nature of principles of what being studied” (Ilmu pengetahuan yang disusun dalam satu sistem
yang berasal dari pengamatan studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan
prinsip tentang hal yang di studi). [5]
Adapun pengertian ilmu pengetahuan itu sendiri, seperti yang dikemukan
oleh Afanasyef, seorang ahli pikir Marxist berkebangsaan Rusia menulis sebagai
berikut:
“Science is the
system of man’s knowledge on nature society and thought. It reflect the world
in concepts, categories and law, the correctness and truth of which are
verified by practical experience”. (Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
manusia tentang alam, masyarakat dan
pikiran. Ia mencerminkan alam dalam konsep-konsep, kategori-kategori dan
hukum-hukum yang ketepatannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman
praktis).
Dari beberapa pengertian ilmu pengetahuan yang
kami kemukakan di atas maka ilmu pengetahuan dapat dijabarkan sebagai “kumpulan
pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (obyek/lapangan), yang merupakan kesatuan
yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal/kejadian itu”. Ilmu
pengetahuan mencari sebab akibat (kausalitas), mencoba menentukan mengapa
sesungguhnya kejadian-kejadian itu memang demikianlah keadaannya.
Salah stau ciri dari ilmu adalah bahwa ilmu itu
memiliki objek penyelidikan. Objek penyelidikan dari ilmu terdiri dari dua
objek, yaitu objek materiil dan objek formal. Objek materiil adalah suatu hal
yang menjadi sasaran penyelidikan atau pemikiran sesuatu yang dipelajari, baik
berupa benda kongkret maupun abstrak. Pertama,
objek materiil yang bersifat konkret adalah objek yang secara fisik dapat
terlihat dan terasa oleh alat peraba. Objek yang termasuk kategori objek materiil
konkret ini, merupakan objek yang paling banyak ditemui di sekililing kita,
baik yang bernyawa atau yang hidup maupun benda mati, seperti anjing, kucing,
pohon, batu, air, tanah, dan sebagainya.
Kedua, objek materiil yang bersifat
abstrak misalnya nilai-nilai, ide-ide, paham aliran, sikap, dan sebagainya. Sedangkan objek formal merupakan sudut
pandang atau cara memandang terhadap objek materiil. Termasuk prinsip-prinsip
yang digunakan. Dalam hal ini berarti hakikat, esensi dari objek materiilnya yang
menjadi objek formal filsafat. Misalnya
alam dan manusia.
C.
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dalam buku History and Philosophy of science
karangan L.W.H.Hull (1950), diterangkan bahwa setidaknya sejarah filsafat dan
ilmu pengetahuan dapat dibagi dalam tiga periode (i) filsafat Yunani; (ii)
Kelahiran Nabi Isa; dan Periode Kebangkitan Islam. [6]
Pertama, masa yang paling dasar atau
pertama adalah filsafat Yunani (abad –SM-0M). Pada masa ini ahli filsafatnya
adalah Thales yang ahli filsafat, astronomi dan geometri.
Kedua, adalah periode kelahiran Nabi
Isa (Abad 0-6 M). Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh
para pastur dan para raja yang pro kepada gereja. Sehingga pada masa ini
filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga
filsafat seolah-olah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi
otoritas gereja.
Ketiga, adalah
periode kebangkitan Islam (abad 6-13 M), pada masa ini dunia Kristen Eropa
mengalami kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai periode
pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya
ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku ilmiah diterbitkan
dan ditulis. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi,Maliki,Syafii, dan
Hanbali yang ahli dalam hukum Islam,
Al-Farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan
bukunya yang terkenal yaitu The Canon of
Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai
ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama,
filsafat, mistik dan sufisme.
Keempat, adalah
periode kebangkitan Eropa (abad 14-20 M). Pada masa ini Kristen yang berkuasa
dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, abad kemunduran
umat Islam berbagai pemikiran Yunani muncul, alur pemikiran yang mereka anut
adalah empirisme dan rasionalitas. Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia
Islam. Masa ini juga muncul intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin buku
Ibnu Sina The Canon of Medicine. Pada
masa ini banyak muncul para ilmuan seperti Newton dengan teori gravitasinya,
John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada pihak gereja dengan
mengemukakan bahwa manusia bebas
untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak untuk hidup, hak untuk
merdeka,, hak berpikir.[7]
D.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencangkup berbagai pikiran,
pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru
atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada. Metode secara etimologis berasal
dari kata yunani meta yang berarti
sesudah dan hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti langkah-langkah
yang diambil, menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang benar
yaitu sesuatu tatacara, teknik, atau jalan yang telah dirancang dan dipakai
dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apapun, baik pengetahuan humanistic
dan historis, ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah (Bakker, 1988).
Buku kepustakaan, tidak ada yang menunjuk ke suatu pendapat mengenai
jumlah, macam dan urutan langkah yang pasti sebagai penentu suatu prosedur yang
disebut sebagai metode ilmiah. Langkah-langkah itu semakin bervariasi dalam
ilmu pengetahuan sesuai bidang spesialisasi yang semakin banyak. Kadang-kadang
orang berpendapat bahwa macam metode ilmiah yang digunakan tergantung pada ilmu
khusus tersebut, khususnya bersangkutan dengan objek formalnya. Berdasarkan
langkah-langkah yang digunakan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan ,
sekurang-kurangnya ada lima langkah yang dapat dikatakan sebagai pola umum,
yaitu: penentuan masalah, perumusan dugaan sementara, pengumpulan data,
perumusan kesimpulan, dan verifikasi hasil.
Pola umum ini dijelaskan oleh O.Burniston Brown (1961) sebagai berikut:
“Meskipun mereka berbeda dalam pokok soal. Semua ilmu
menunjukkan prosedur umum yang sama yang disebut metode ilmiah atau ilmu saja.
Oleh karena itu ilmu adalah suatu metode khusus yang telah diperkembangkan secara
berangsur-angsur sepanjang berabad-abad untuk meingkatkan pengetahuan kita
mengenai dunia ini”. [8]
Pada dasarnya pola umum dalam metode ilmiah ini
dapat dipakai dengan melihat sejarah perkembangan ilmu itu sendiri yang telah
berlangsung dari abad ke abad. Sekaligus dengan melihat perkembangan ilmu
pengetahuan tersebut, dapat dipahami bahwa tersebarnya ilmu pengetahuan menjadi
banyak cabang ilmu-ilmu khusus antara lain juga berbeda satu sama lain, karena
digunakannya metode-metode yang sangat berlainan untuk menyelidiki, melukiskan,
dan mengerti realitas (Van Melsen , 1986).
Istilah
metode berpikir ilmiah ini juga dibahas oleh Taqiyuddin an-Nabhani (2001) dalam
bukunya at-Tafkir. Ia menyebut metode
ilmiah dengan metode berpikir ilmiah. Penelitian sebagai suatu rangkaian cara
dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini
dalam dunia keilmuan disebut metode, untuk menegaskan bidang keilmuan itu
seringkali dipakai istilah metode ilmiah (scientific
method).
Dalam
pembicaraan mengenai masalah ilmu pengetahuan, yang dimaksud dengan metode adalah cara-cara penyelidikan
yang bersifat keilmuan, yang sering disebut metode
ilmiah (scientific methods).
Metode ini perlu, agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran objektif dapat dibuktikan dan bisa tercapai. Dengan
metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah menjadi ilmu pengetahuan, yaitu
menjadi lebih khusus dan terbatas lingkupan studinya. Dari Jujun S.S (1987),
Titus dkk menjelaskan cara kerja ilmiah dengan mengemukakan enam langkah metode
untuk memperoleh pengetahuan yaitu:
a. Langkah
pertama, kesadaran akan adanya
problema, adalah penting sekali. Karena hanya dengan demikian suatu pemikiran
dan penyelidikan itu mungkin untuk diawali. Dalam hal ini, kemampuan untuk
melukis problema secara jelas dan benar dalam suatu definisi adalah penting.
Karena hanya dengan demikian pula pengumpulan data yang faktual baru mungkin.
b. Langkah
kedua, pengumpulan data yang relevan, yang juga memerlukan kesabaran dan
kemampuan untuk menguji data-data apakah faktual atau tidak.
c. Langkah
ketiga, masalah penertiban data. Dalam masalah ini, diperlukan kemampuan analisis
dan pengelompokan. Bagi metode ilmiah, memperbandingkan dan mempertentangkan
data yang satu dengan kepentingan yang satu dengan yang lain untuk diatur dalam
urutan yang sesuai dengan kepentingan adalah pokok. Jadi, setiap data harus
diberi nomor, dianalisis, dan diklasifikasikan.
d. Langkah
keempat adalah pembentukan hipotesis. Hipotesis dapat dibentuk
setelah diperoleh data-data yang cukup. Dalam membentuk hipotesis, hal yang
penting adalah harus bersifat masuk akal.
e. Langkah
kelima, penarikan deduksi atau kesimpulan dari hipotesis. Maksudnya,
hipotesis menjadi dasar pwnarikan deduksi atau kesimpulan mengenai jenis
susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda tertentu yang sedang
diselidiki.
f. Langkah
keenam adalah verifikasi. Masalah pengujian kebenaran dalam ilmu pengetahuan,
keputusan akhirnya terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung suatu
hipotesis, maka hipotesis lain dipilih.
Corak-corak metode ilmiah yang berkembang
menyebabkan ilmu pengetahuan bersifat positivistik, deterministik,
evolusionistik, sehingga analisisnya selalu dibantu dengan pendekatan
kuantitatif dan eksperimen melalui observasi. Ilmu-ilmu kealaman pada umumnya
menggunakan metode siklus-empirik dan objektivitasnya diuji secara
empiris-eksperimenta. Ilmu-ilmu sosial dan humanistik pada umumya menggunakan
metode linear dan analisisnya dimaksudkan untuk menemukan arti, nilai dan
tujuan.
E.
Metode Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmu dapat ditinjau dari sekumpulan pengetahuan ilmiah, dan/atau
sekumpulan aktivitas ilmiah, dan/atau metode ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah. Perhatikan perkembangan metode atau sumber dari
pengetahuan. Perhatikan perkembangan metode atau sumber dari pengetahuan.
Berikut ini merupakan perkembangan untuk mendapatkan pengetahuan, dimulai dari
yang tidak ilmiah menjadi metode ilmiah.
1. Common
sense (akal sehat)
a. Berakar
pada adat dan tradisi -> menjadi kebiasaan dan pengulangan (landasan kurang
kuat)
b. Cenderung
kabur dan samar-samar.
c. Pengetahuan
tidak teruji, karena kesimpulan biasanya ditarik dengan asumsi yang tidak diuji
dulu.
d. Didukung
metode trial and error serta
pengalaman.
2. Seni
Applied art yang
mempunyai kegunaan langsung
pada kehidupan badaniah dan fine art yang
dapat memperkaya kegunaan spiritual. Sifat seni adalah deskriptif dan
fenomenologis serta ruang lingkupnya terbatas. Seni bersifat subjektif,
individual, dan personal. Oleh karena itu seni mencoba memberi makna sepenuhnya
terhadap suatu objek. Komunikasi merupakan inti dari seni.
3. Rasionalisme
Pembuktian
kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau menggunakan
logika dedukatif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir
rasionalisme. Berpikir dari yang sifatnya universal, kemudian mencoba melakukan
kesimpulan pada fenomena yang sifatnya spesifik. Kelemahan logika deduktif ini,
sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai dengan fakta, sehingga sering
diragukan bagi kelompok induktivisme.
4. Empirisme
a. Jumlab
observasi harus besar.
b. Observasi
harus diulang-ulang pada variasi kondisi yang luas.
c. Keterangan
observasi yang sudah diterima, tidak boleh bertentangan dengan hukum universal
yang menjadi kesimpulan.
5. Falsifikasionisme
Namun suatu
fakta/fenomena baru dapat menolak teori yang sudah ada atau menggagalkan teori
yang sudah ada. Kondisi ini dikenal dengan sebutan falsifikasi. Karl Popper
pada tahun 1919-20an menjelaskan metode yang dapat digunakan untuk membantah
dan menguji sebuah teori, dengan mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang
tidak mungkin terjadi, jika pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
6. Relativisme
Pada relativisme, teori
dikatakan baik harus dinilai relatif dari segi standar yang diterima oleh masyarakat,
sedangkan standar itu secara tipikal akan berlainan sesuai dengan kultur dan
historis masyarakat masing-masing. Untuk itu pada akhir analisisnya perlu
pertimbangan aspek psikologis dan sosiologis.
7. Pragmatis
John Dewey menyatakan
bahwa tidak perlu mempersoalkan kebenaran suatu pengetahuan, melainkan sejauh
mana kita dapat memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat.
8. Filsafat
Ilmu
Filsafat meletakkan
dasar-dasaf suatu pengetahuan. Landasan berfikir filsafat menggunakan metode
analisis dan sintesis . Analisis pengetahuan yang dihasilkan dari berpikir
rasionalisme dan empirisme, kemudian dilakukan suatu sistesis baru merupakan
kajan Filsafat Ilmu. Filsafat ilmu juga mempelajari metode setiap ilmu sehingga
menghasilkan pengetahuan yang benar.
Metode ilmu pengetahuan
dipakai/dipergunakan tergantung pada materi atau masalah yang akan
dipelajarinya.
1. Observasi
Di dalam metode observasi melingkupi
pengamatan indrawi
(sense perception) seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba, membawa
sesuatu, juga di dalamnya termasuk bahwa kita sadar, berada dalam situasi yang
bermakna dengan berbagai fakta saling berhubungan. Observasi yang cermat sangat
diperlukan di dalam penelitian ilmiah. Ada beberapa kondisi-kondisi yang sangat
penting untuk diketahui dalam melakukan observasi, yaitu:
a) Indra yang normal dan
sehat
Semua indra diperlukan
dalam melakukan observasi seperti: kejelasan penglihatan dan ketajaman
pendengaran sangat diperlukan.
b) Kematangan mental
Dalam hal ini bukan
hanya kemampuan berpikir tetapi juga benar-benar paham tentang instrumen
intelektual yang diperlukan seperti istilah-istilah, konsep-konsep dan
kemampuan menggunakan simbol-simbol secara umum.
c) Alat-alat bantu fisik
Alat bantu seperti
teleskop, mikroskop, dan alat-alat lain untuk mengukur waktu dengan tepat,
luas, berat, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan
(hasil) yang cermat.
d) Cara mengatur posisi,
tempat atau kondisi yang memungkinkan observasi dapat dilakukan dengan cermat.
Si peneliti melakukan
pengamatan terus-menerus. Oleh karena itu diperlukan perhatiannya pada
kondisi-kondisi yang cermat, memperhatikan faktor waktu, tempat, gerakan, suhu,
cahaya, keadaan cuaca dan gangguan-gangguan suara. Kesalahan atau kegagalan
observasi mungkin disebabkan adanya kerusakan atau adanya gangguan pada
faktor-faktor tersebut , yang dengan mudah menyesatkan kesimpulan yang kita
buat.
e) Pengetahuan lapangan
Orang yang mengenal
lapangan studi, sejarahnya, dan saling hubungannya dengan lapangan studi serta
pengalaman lainnya akan lebih beruntung.
2. Trial
and Error
Teknik ini dipergunakan oleh ahli
psikologi yang diterapkan pada penelitian tentang hewan dan manusia. Manusia
seringkali menggunakan metode ini untuk mengetahui bagaimana sesuatu hal yang
baru itu bekerja. Metode trial dan error cenderung disebut “learning by doing”
daripada disebut “learning by thinking”, semua itu dikemukakan dalam bentuk
yang sederhana yang mengandung refleksi. Reflective thinking (berpikir
reflektif) disebut juga “trial and error by ideas”. Dalam berpikir reflektif
pemecahannya diselesaikan dalam imajinasi . Dalam refleksi dan imajinasi
mengecek mana yang cocok dan mana yang tidak, mana yang tepat dan mana yang
tidak tepat. Trial dan error pada taraf ideologis dan imajinatif menghemat
waktu, tenaga, dan seringkali dalam kehidupan itu sendiri.
3. Metode
Eksperimen
Kegiatan eksperimen adalah berdasarkan
pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengujian hipotesis. Di dalam
eksperimen di dalamnya termasuk masalah “manipulasi” dan pengawasan (kontrol)
sekalipun observasi (pengamatan) dan “trial and error” telah banyak digunakan
secara luas tetapi keduanya terbatas.
Perkembangan yang sangat besar dalam
penelitian ilmiah adalah kemungkinan ditemukannya teknik pengawasan (techniques of control), dan sekaligus
digunakan dalam suatu percobaan, dimana di pengamat mengontrol kondisi-kondisi yang
berhubungan dengan subjek yang sedang ia pelajari. Ia kemudian “memanipulasi”
kondisi-kondisi ini, pada satu saat ia mengubah satu faktor tertentu, kemudian
ia mencatat sebab-akibatnya.
“The
method of difference” (Metode Perbedaan) kadang-kadang disebut pula metode
eksperimen perbedaan (exsperimental method of difference), dipergunakan secara
luas di dalam ilmu pengetahuan. Peranan dari metode ini adalah hanya untuk
membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu waktu, sedangkan faktor-faktor
yang lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap. Peneliti membuat suatu
perbedaan dalam pengamatannya dalam kesimpulan penelitiannya. [9]
Metode lain adalah “conconitant
variation” (konkonitan variasi-variasi), yang merujuk pada hubungan antara dua
fenomena yang berbeda, sebagai hasil hubungan kasual (sebab-akibat) yang
mungkin terjadi pada kegiatan observasi dan eksperimen. Metode ini menunjukkan
dua fenomena muncil atau hilang bersama-sama atau yang satu muncul yang lain
menghilang.
4. Metode
Statistik
Istilah statistik berarti pengetahuan
tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan bilangan/data sebagai
dasar induksi. Metode statistik telab ada sejak lama, yaitu untuk membantu
pemimpin dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kelakuan, kematian,
kesehatan, dan perpajakan. Metode ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi, sehingga saat ini metode statistik dipakai
dalam berbagai kehidupan sehari-hari, dalam perdagangan, peredaran keuangan dan
berbagai ilmu pengetahuan, menghitung, mengukur, merata-ratakan, mean, median,
dan pengukuran-pengukuran korelasi, memungkinkan bagi kita untuk membuat
penjelasan yang cermat dan membawanya kita ke arah penjelasan yang lebih luas
dan terperinci.
5.
Metode
Sampling (pengambilan sampel)
Terjadinya sampling yaitu apabila
kita mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau
kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut, yaitu dengan tujuan
bilamanakah satu sampel tersebut dapat diwakili secara keseluruhan atau tidak.
6.
Metode
Berpikir Reflektif
Metode reflektive thinking pada umumnya melalui enam tahap,
yaitu :
a)
Adanya kesadaran kepada sesuatu permasalahan
Biasanya
berpikir itu mulai berjalan apabila ada sesuatu hambatan atau kesulitan.
Dimulainya apabila kita mulai ingin tahu kepada sesuatu, atau apabila ada
beberapa permasalahan yang pastu yang harus dipecahkan.
b)
Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan
Untuk
masalah yang sederhana, data mungkin mudah diperolehnya, namun untuk yang
lainnya mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk
menemukan data-data yang diperlukan.
c) Data yang terorganisir
Yaitu
yang telah disusun/dihitung, dianalisis dan diklasifikasi. Perlu kiranya
diadakan perbandingan dan perbedaannya, dan diusahakan agar data itu mempunyai
arti. Penghitungan, analisis, dan klasifikasi merupakan dasar metode yang
ilmiah.
d) Formulasi
hipotesis
Berbagai
pemecahan masalah sementara mungkin akan terjadi kepada ilmuan pada waktu
memproses, menganalisis dan mengklasifikasi. Saran-saran atau perkiraan yang
mungkin timbul sewaktu si peneliti itu sedang menguji permasalahan atau pokok
soal yang ia sedang kerjakan, suatu data yang sangat dekat probabilitasnya
untuk diuji. Tidak ada pembatasan dalam jumlah hipotesis yang ia rencanakan.
Sementara itu tidak ada peraturan yang kaku untuk memformulasikannya, sebuah
hipotesis harus masuk di akal, harus menjadi sebuah deduksi untuk diuji, dan
harus merupakan penuntun untuk penelitian berikutnya.
e) Deduksi harus berasal
dari hipotesis
Dalam
mengambil kesimpulan prinsip logika formal akan membantu kita. Matematika mungkin akan membantu
kita untuk menemukan bentuk-bentuk perumusan dan hubungan-hubungannya , yang
akan ditemukan dalam penelitian tersebut. Mempertimbangkan contoh pengungkapan deduksi
yang berasal dari hipotesis, seperti berikut: “Seandainya A dan B itu benar,
maka C pun harus benar”.[10] Hal
ini mengarah kepada langkah selanjutnya.
f) Pembuktian kebenaran
verifikasi
Setelah
ditentukan dengan cara analisis dedktif, apapun akan benar seandainya hipotesis
itu benar, kemudian kita lihat apaka kondisi-kondisi lainnya sebagai suatu
kenyataan itu benar pula. Seandainya itu menyatakan benar, maka hipotesis kita
telah dibuktikan kebenarannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran pembahasan, dapat
disimpulkan bahwa Filsafat adalah induk atau sumber dari berbagai ilmu
pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan ditampung menjadi satu disebut dengan
ilmu. Ilmu yang telah tersusun secara sistematis dan bersifat universal disebut
sebagai Ilmu Pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidaklah bersifat mutlak, ilmu
pengetahuan akan tergeser oleh ilmu pengetahuan lain yang dianggap lebih
relevan, dan kemungkinan ilmu pengetahuan yang telah dianggap tidak relevan
lagi bisa menjadi maju kembali. Ilmu pengetahuan akan terus berkembang diiringi
dengan munculnya berbagai metode pengembangan ilmu pengetahuan yang baru.
Beberapa metode ilmu pengetahuan tersebut adalah common
sense (akal sehat), seni, rasionalisme, empirisme, falsifikasionisme,
relativisme, pragmatis, filsafat ilmu.
B.
Saran
Kami sadar dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kritik, saran dan
pendapat yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca
untuk perbaikan yang akan datang. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
berguna sebagai acuan dalam membuat makalah dengan tema serupa yang lebih baik.
[2] Mohammad
Adib, Filsafat Ilmu ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 17-18.
[6] Mohammad
Adib, Filsafat Ilmu ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2010), hlm.2
[7] Mohammad
Adib, Filsafat Ilmu ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 2-4.
[8] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat
UGM, Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan lmu
Pengetahuan, (Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta,2007),hlm.128
DAFTAR PUSTAKA
Supriyanto,
Stefanus. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Salam,
Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat.
Jakarta: Bumi Aksara.
Susanto,
A. 2011. Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam
Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim
Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2007. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan lmu Pengetahuan. Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
Hanafi,
SRDm Rita dan Soetriono. 2007. Filsafat
Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Suhartono,
Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Adib,
Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Jurnal
: Jacob E. Safra, Jorge Aguilar-Cauz, Dale H. Hoiberg. Sir Fancis Bacon, Rene Descartes, Benedict De Spinoza. Chicago:
Encyclopaedia Britannica, INC.
Discourse
on Method (1637). Cambridge University Press,1911, translates and edited by
S.Haldane and G.R.T.Ross; first five parts